Demikian ceritanya. Apakah memang uang tambahan atau uang tips seperti ini boleh diambil? Apakah termasuk uang halal? Atau malah uang khianat?
Itulah yang akan kami bahas pada posting kali ini. Semoga Allah selalu memudahkan urusan hamba-Nya dalam kebaikan.
Meninjau dalam Kitab Induk Hadits
Awalnya marilah kita melihat dalam kitab induk hadits. Di dalam Shohih Bukhari yang sudah kita kenal, dibawakan bab ‘Hadayal ‘Ummal’. Begitu pula dalam Shohih Muslim, An Nawawi rahimahullah membawakan bab ‘Tahrimu hadayal ‘ummal (diharamkannya hadayal ‘ummal)’. Hadaya berarti hadiah, bentuk plural dari kata hadiyah. Sedangkan ‘Ummal berarti pekerja, bentuk plural (jamak) dari kata ‘aamil.
Hadits Hadayal ‘Ummal
Dalam bab tadi dibawakan hadits berikut dan ini adalah lafazh dari Bukhari yang sengaja kami ringkas. Perhatikanlah hadits tersebut.
Dari Abu Humaid As Sa’idiy, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mempekerjakan seorang pria dari Bani Asad yang bernama Ibnul Utabiyyah untuk mengurus sedekah (maksudnya: zakat). Ketika laki-laki tadi datang dari mengurus zakat, dia lantas mengatakan,Inilah teguran keras Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang tadi. Dia sebenarnya telah mendapatkan upah juga dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, di samping itu dia mendapatkan upah lagi dari orang lain ketika dia memungut pajak yaitu ketika dia melakukan pekerjaannya. Inilah upah yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tegur dan tidak suka. Bahkan setelah itu beliau menyebutkan keadaan pekerja semacam ini di hari kiamat.
هَذَا لَكُمْ وَهَذَا أُهْدِىَ لِى
“Ini bagian untuk kalian dan ini hadiah untukku.”
Lalu setelah itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berceramah di atas mimbar (Sufyan juga mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam naik mimbar), kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji Allah lalu mengatakan,
مَا بَالُ الْعَامِلِ نَبْعَثُهُ ، فَيَأْتِى يَقُولُ هَذَا لَكَ وَهَذَا لِى . فَهَلاَّ جَلَسَ فِى بَيْتِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ فَيَنْظُرُ أَيُهْدَى لَهُ أَمْ لاَ ، وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لاَ يَأْتِى بِشَىْءٍ إِلاَّ جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى رَقَبَتِهِ ، إِنْ كَانَ بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ ، أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ ، أَوْ شَاةً تَيْعَرُ » . ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى رَأَيْنَا عُفْرَتَىْ إِبْطَيْهِ « أَلاَ هَلْ بَلَّغْتُ » ثَلاَثًا .
“Mengapa ada pekerja yang kami utus, kemudian dia datang lalu mengatakan, “Ini bagian untukmu dan ini hadiah untukku”? Silakan dia duduk di rumah ayah atau ibunya. Lalu lihatlah, apakah dia akan dihadiahi atau tidak? Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya. Tidaklah seseorang datang dengan sesuatu (maksudnya mengambil hadiah seperti pekerja tadi, pen) kecuali dia datang dengannya pada hari kiamat, lalu dia akan memikul hadiah tadi di lehernya. Jika yang dipikulnya adalah unta, maka akan keluar suara unta. Jika yang dipikulnya adalah sapi betina, maka akan keluar suara sapi. Jika yang dipikulnya adalah kambing, maka akan keluar suara kambing.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya sampai kami melihat warna debu di ketiak beliau. Lalu beliau mengatakan, “Bukankah aku telah sampaikan (Beliau menyebutnya sebanyak tiga kali).” (HR. Bukhari no. 7174)
Uang Tips adalah Uang Khianat
Ada hadits pula dari Abu Humaid As Sa’idiy. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
هَدَايَا الْعُمَّالِ غُلُولٌ
“Hadiah bagi pekerja adalah ghulul (khianat).” (HR. Ahmad. Sebagian ulama mengatakan bahwa sanad hadits ini dho’if semacam Ibnu Hajar di Fathul Bari. Namun, Syaikh Al Albani menshohihkan hadits ini sebagaimana disebutkan dalam Irwa’ul Gholil)
An Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim (6/304) mengatakan,
“Dalam hadits ini (hadits Abu Humaid yang pertama tadi) terdapat penjelasan bahwa hadayal ‘ummal (hadiah untuk pekerja) adalah haram dan ghulul (khianat). Karena uang seperti ini termasuk pengkhianatan dalam pekerjaan dan amanah. Oleh karena itu, dalam hadits di atas disebutkan mengenai hukuman yaitu pekerja seperti ini akan memikul hadiah yang dia peroleh pada hari kiamat nanti, sebagaimana hal ini juga disebutkan pada masalah orang yang berkhianat.Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah juga menjelaskan hal ini dalam fatwanya. Beliau mengatakan,
Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah menjelaskan dalam hadits tadi mengenai sebab diharamkannya hadiah seperti ini, yaitu karena hadiah ini sebenarnya masih karena sebab pekerjaan, berbeda halnya dengan hadiah tadi bagi selain pekerja (atau hadiah karena bukan sebab pekerjaannya, pen). Hadiah yang kedua ini adalah hadiah yang dianjurkan (mustahab). Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan mengenai hukum pekerja yang diberi semacam ini dengan disebut hadiah. Pekerja tersebut harus mengembalikan hadiah tadi kepada orang yang memberi. Jika tidak mungkin, maka diserahkan ke Baitul Mal (kas negara).”
“Hadiah bagi pekerja termasuk ghulul (pengkhianatan) yaitu jika seseorang sebagai pegawai pemerintahan, dia diberi hadiah oleh seseorang yang mempunyai kaitan dengan muamalahnya. Hadiah semacam ini termasuk pengkhianatan (ghulul). Hadiah seperti ini tidak boleh diambil sedikitpun walaupun dia menganggapnya baik.”Lalu beliau mengatakan lagi,
“Tidak boleh bagi seorang pegawai di wilayah pemerintahan menerima hadiah berkaitan dengan pekerjaannya. Seandainya kita membolehkan hal ini, maka akan terbukalah pintu riswah (suap/sogok). Uang sogok seperti ini amatlah berbahaya dan termasuk dosa besar (karena ada hukuman yang disebutkan dalam hadits tadi, pen). Oleh karena itu, wajib bagi setiap pegawai jika dia diberi hadiah yang berkaitan dengan pekerjaannya, maka hendaklah dia mengembalikan hadiah tersebut. Hadiah semacam ini tidak boleh dia terima. Baik dinamakan hadiah, shodaqoh, dan zakat, tetap tidak boleh diterima. Lebih-lebih lagi jika dia adalah orang yang mampu, zakat tidak boleh bagi dirinya sebagaimana yang sudah kita ketahui bersama.” (Majmu’ Fatawa wa Rosa’il Ibni Utsaimin, 18/232)*****
Inilah penjelasan para ulama mengenai uang tips. Betapa banyak perilaku semacam ini di tengah-tengah kita terutama –maaf- pada lingkungan pemerintahan. Misalnya, kita hendak membuat KTP, kartu kuning untuk cari kerja, pasti ada saja uang tips. Sebenarnya biaya untuk bayar KTP cuma Rp.5000,-. Namun, karena pegawai pemerintahan tadi berisyarat atau memang sudah kebiasaan seperti itu, akhirnya dia diberi uang Rp.5000,-, plus hadiah Rp.5000,-. Bukankah perilaku semacam ini sama dengan pekerja yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan?
Kita sebagai pegawai atau pekerja, hendaklah mengembalikan uang tersebut kepada orang yang memberikan hadiah tadi. Lihatlah saran dari dua ulama di atas.
Janganlah khawatir dengan masalah rizki. Mungkin ada yang mengatakan,
“Sayang sekali uang tips tersebut ditolak.”Saudaraku, cukup nasehat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut sebagai wejangan bagimu.
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُSemoga pembahasan kali ini bisa menjadi nasehat bagi setiap pekerja dan pegawai di setiap pekerjaannya. Semoga Allah memperbaiki kondisi kaum muslimin. Semoga kita selalu mendapatkan ilmu yang bermanfaat, membuahkan amal yang sholih dan semoga kita selalu diberkahi rizki yang thoyib.
“Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik bagimu.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shohih)
Ditulis oleh : Muhammad Abduh Tuasikal, ST
Sumber : http://rumaysho.wordpress.com/