Baru saja, satu babak perjalanan hidup dari sebagian kita terlalui. Sebagian kita adalah pelajar-pelajar yang baru saja mengakhiri tingkat terakhir suatu jenjang pendidikan dan akan mengawali jenjang yang baru.

Lulus ujian dengan nilai yang baik dan diterima di lembaga pendidikan selanjutnya adalah harapan dari sebagian kita. Diantara kita ada yang berusaha keras untuk mewujudkan harapan tersebut. Namun ada juga yang ‘sekedar berharap’ . Kita berharap lulus dan dapat melanjutkan pendidikan namun tak berusaha keras untuk mewujudkan harapan kita.

Sesungguhnya kita adalah perumpamaan hamba-hamba Allah dalam menyikapi rahmat Allah, ampunan-Nya, dan penerimaan-Nya terhadap amal ibadah. Hal ini berkaitan dengan ar-raja’, suatu akhlak hati yang mempunyai peranan penting dalam ibadah.

MEMAHAMI AR-RAJA’

Ar-raja’ adalah perasaan tenang dalam diri seseorang saat menunggu datangnya suatu yang dia sukai. Perasaan ini tidak sekedar perasaan belaka tanpa adanya penyebab datangnya sesuatu yang disukai tersebut. Rasa berpengharapan terhadap sesuatu mempunyai penyebab bagi datangnya sesuatu tersebut. Penyebab tersebut adalah usahanya, perbuatannya, dan amalnya.

Jika ada orang mengharapkan sesuatu namun ia tidak memiliki sebab bagi datangnya sesuatu tersebut, maka orang ini tidak bisa disebut orang yang mempunyai ar-raja’. Orang ini hanyalah orang yang berangan-angan. Ia hanyalah seorang pelamun belaka.

Pelajar yang mengharapkan lulus dengan nilai baik atau mengharapkan diterima di lembaga pendidikan yang baik merupakan seseorang yang berpengharapan jika ia telah berusaha belajar dan mengerjakan tes dengan baik. Jika ada seorang pelajar yang berharap lulus dengan nilai baik atau berharaap diterima di sebuah lembaga pendidikan sedangkan ia tidak belajar dan tidak mengerjakan tes dengan baik, maka ia adalah seorang pelamun, bukanlah seorang yang berpengharapan.

Ar-raja’ yang benar adalah menunggu sesuatu yang disukai, sedangkan orang yang menunggu tersebut telah melakukan penyebab yang disyaratkan. Oleh karena itu, seseorang dituntut untuk mengarahkan upayanya guna mengerjakan amal ketaatan dan ibadah, lalu ia menunggu karunia dari Allah agar Dia meneguhkan pendiriannya sampai ajal datang, sedangkan Allah ridha dengan apa yang telah dikerjakannya.

Orang yang punya sikap ar-raja’ ialah orang yang mempunyai kelestarian dalam menjalankan ketaatan. Dia mengharapkan rahmat Allah, penerimaan-Nya akan amalnya, pahala dari-Nya dengan mengerjakan semua penyebab yang mampu ia lakukan. Oleh karena itu, orang yang menyemai benih iman tanpa merawatnya dengan amalan adalah orang yang berangan-angan.

Sikap raja’ banyak diibaratkan oleh ulama salaf (terdahulu) dengan petani yang rajin, ia membajak tanahnya, menyemai bibit, menanamnya, memupuknya, mengairinya, memeliharanya, menjaganya dari hama, mencabuti rumput dan gulma. Setelah itu, ia berharap Allah menghasilkan rezeki dari usaha pertaniannya tersebut. Inilah orang yang bersikap raja’.

Adapun berangan-angan berbeda dengan raja’. Orang yang berangan-angan adalah orang yang malas. Ia tidak mau memeras keringat dan tak mau pula bertawakkal. Ia ibarat petani malas yang tidak mengharapkan sawahnya tapi mengharap Allah menumbuhkan rezeki dari sawahnya tersebut.

“(pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak pula menurut angan-angan ahli kitab. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi balasan dengan kejahatan itu.” (An-Nissa : 123)

iman tidak dapat diraih dengan angan-angan. Iman adalah menetap di hati, lalu dibenarkan oleh amal baik.

MEWUJUDKAN AR-RAJA’

Ar-raja’ timbul dari rasa gembira dengan kemurahan Allah dan karunia-Nya serta perasaan lega menanti kemurahan dan anugrah-Nya karena percaya akan kemurahan Allah. Perasaan inilah yang memacu hati manusia untuk sampai ke negeri cita-cita yang diinginkannya. Karena itu, kudu dibedakan antara ar-raja’ dengan berangan-angan.

Adapun beberapa hal berupa tingkatan yang perlu kita amalkan agar ar-raja’ terwujud dalam hati kita :
1.hendaknya kita terbiasa mengingat limpahan karunia Allah pada saat-saat yang lalu.

2.Hendaknya kita senantiasa mengingat janji Allah berupa pahala-Nya yang berlimpah dan kemurahan-Nya yang bersar tanpa diminta lebih dahulu oleh seorang hamba.

3.Hendaknya kita selalu mengingat nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita berkenaan dengan urusan agama, kesehatan, dan juga urusan dunia kita saat ini. Bukankan Allah selalu membantu kita dengan kelembutan-Nya dan nikmat-nikmat yang sebenarnya kitaa tidak berhak menerimanya dan tidak pula memintanya?

4.Hendaknya kita senantiasa mengingat luasnya rahmat Allah, dan bahwa rahmat Allah itu senantiasa mendahului murka-Nya.

Sikap raja’ merupakan kebutuhan pokok yang sangat diperlukan oleh seorang yang menempuh jalan Allah. Seandainya seorang hamba melepas sikap raja’ sekejap saja, niscaya kerugian menghampirinya. Sesungguhnya seorang muslim tidak bisa lepas dari dosa yang ia harapkan untuk dapat diampuni. Ia juga punya kekurangan yang ia harapkan perbaikannya. Ia beramal dengan harapan amalnya akan diterima. Ia mendekatkan diri kepada Allah dengan harapan dapat sampai kepada-Nya.

Oleh karena itu, sikap raja’ merupakan salah satu sebab yang paling kuat yang dapat membantu seorang hamba menempuh jalan Allah dan teguh dalam agama-Nya, apalagi di masa sekarang ini.

Artikel ditulis oleh Irvan Syaiban pada majalah Nikah Edisi Juli-Agustus 2008